Tuesday, January 24, 2017

How Far Have You Gone?

0

Waktu masih kecil, sekitar usia SD, saya sering ikut orangtua saya pergi ke Banyuwangi. Perjalanan dari Surabaya ke Banyuwangi makan waktu tujuh jam lebih, jadi lebih enak tidur di mobil daripada bosan. Sesekali, saya bangun lalu nanya ke Mama, "Udah sampai mana, Ma?"

Mungkin nggak cuma saya yang punya cerita kayak gini.

Mungkin nggak cuma di kasus seperti ini kita berpikir, "Udah sampai mana kita sejauh ini?"

Waktu sudah lebih tua sedikit, saya sering berpikir sendiri, "PR-ku udah sampai mana, ya?" atau tugas atau ulangan atau progres sama gebetan pertama atau udah sampai mana saya ditolak sama gebetan pertama tadi.

Itu waktu masalah terbesar di hidup saya cuma PR, tugas, ulangan, dan ditolak gebetan.

Sekarang, ceritanya beda. Hanya saja, yang masih sama adalah bagaimana saya tetap bertanya, "Udah sejauh mana saya sekarang?"

Menjelang ujian masuk NUS dan NTU setahun silam, saya terus berpikir sejauh mana materi yang sudah saya kuasai. Sesekali, saya berhenti belajar dan merefleksikan materi apa yang terbilang susah. Setelah kembali ke rutinitas, saya kembali menggenjot materi yang belum saya kuasai betul-betul tersebut. Akhirnya, hasilnya pun lebih efektif.

Saat mendekati penutupan SNMPTN, saya kembali berpikir apakah pilihan PTN beserta jurusan saya sudah tepat. Kemudian, saya sedikit merombak pilihan yang awalnya ITB jadi ITS. Kembali lagi, itu karena saya bertanya, "Udah sejauh mana kemampuan saya dan faktor sekolah saya berpengaruh?" Dan saya menemukan bahwa sekolah saya nggak punya riwayat meluluskan siswanya ke ITB, seenggaknya dalam sepuluh tahun ke belakang. Maka saya pun mengubur impian memilih kampus gajah duduk tersebut dan memilih kampus yang lebih realistis untuk dijangkau.

Setelah satu semester kuliah pun, saya tetap bertanya demikian dan menemukan jawaban:

"Belum, masih jauh."

Ya, meski IP semester 1 sangat memuaskan, saya belum merasa memberikan kontribusi yang maksimal untuk kampus, termasuk jurusan. Dalam pengaderan, angkatan saya masih terlihat banyak cela, dan saya termasuk bertanggung jawab di dalamnya. Kami semua bertanggung jawab. Dan masih banyak lagi hal yang saya temukan sembari berhenti sejenak dari rutinitas dan mempertanyakan, "Udah sampe mana?"

Sama persis seperti saat saya masih kecil yang berhenti sejenak dari tidur lalu bertanya demikian.

Dan saya yakin saya bakal bertanya seperti itu untuk waktu yang lama, karena hidup terasa masih panjang.

Kalau kamu? How far have you gone?

Sunday, January 1, 2017

Goodbye, 2016!

0

Kebetulan banget post pertama saya di tahun ini persis waktu tahun baru 2017. Anyway, selamat tahun baru 2017 buat yang merayakan. Semoga tahun ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Jangan lupa, umur kita nambah satu tahun di tahun ini.

Bicara tahun baru, bagi saya dan teman-teman yang lain, tentu nggak lepas dari refleksi tahun sebelumnya. Kita merenungkan apa yang udah terjadi setahun ke belakang. Hal-hal yang bagus maupun yang kurang mengenakkan terjadi di tahun sebelumnya. Sialnya, cukup banyak hal yang kurang bagus di tahun 2016. Mulai dari munculnya Awkarin yang butthurt sampai lapor polisi (pengikutnya juga ikut muncul, dari Awatit sampai Aw ah Gelap), krisis di Syria, Brexit yang sempat bikin nilai mata uang Inggris anjlok nggak keruan, kasus Ahok, aksi damai yang jadinya malah ngejarah minimarket, sampai Trump jadi presiden Amerika Serikat. 

Seriously, Americans? You did chose Trump as your president?

Beberapa orang penting meninggal di tahun 2016. Satu yang saya ingat: Alan Rickman. 

(sumber: http://www.dnaindia.com/entertainment/report-top-10-memorable-quotes-by-alan-rickman-2165880)

Heran aja sih, kenapa beliau bisa kuat tinggal di Hogwarts berpuluh-puluh tahun tapi sialnya beliau nggak kuat menjalani 2016 sampai selesai?

Tren-tren nggak masuk akal juga muncul di 2016. Kita pasti nggak asing dengan ini:

Mannequin challenge.

Serius deh, apa esensi dari jadi patung selama kurang lebih beberapa puluh detik? Kalau saya disuruh begitu, saya jelas nggak mau. Capek. Terus ada juga bottle flip challenge yang agak ngeselin, soalnya bikin minuman jadi nggak enak diminum lagi. We also may not want to omit that "Kalian semua suci aku penuh dosa" quote.

Oh, satu lagi dari bintang cilik kita. Autotune detected:



Aduh, lupa satu lagi (serius, ini terakhir): om telolet om.


Di balik semua itu, saya tetap bersyukur karena saya masih bisa menyelesaikan resolusi di tahun 2016, walaupun nggak semua. Saya berhasil diterima masuk NUS (baca di sini), lolos masuk ITS, salah satu kampus terbaik di Indonesia (baca di sini), dan dapat nilai UN memuaskan. Keluarga saya juga sehat-sehat aja, dan itu udah sangat cukup buat saya. Hal-hal baik itu lumayan mengompensasi hal yang buruk tadi.

Di tahun yang baru ini, saya juga ingin membuat resolusi baru dan menyelesaikannya, ya, meski resolusinya saya rasa nggak perlu disebar ke orang banyak. Di tahun yang baru ini, saya berharap semua orang bisa bertumbuh ke arah yang lebih baik. Harapannya, tahun sebelumnya bisa jadi pembelajaran dan evaluasi untuk ke depannya. Bagi saya, tahun baru itu bukan masalah pesta mewah untuk menyongsong tahun baru dengan segala macam makanan dan minuman enak, Bukan juga masalah melempar kembang api tepat pada 1 Januari pukul 00.00. Ini bukan hari pesta sejuta umat; bukan juga hari kembang api sedunia

Ini hari tahun baru.

Bukan sekadar momen Bumi telah selesai melakukan satu kali revolusi, tetapi tahun baru adalah waktu yang tepat bagi kita untuk membuka halaman baru dalam kehidupan: membuat resolusi dan mengambil tindakan untuk menyelesaikannya. Apakah saya akan membuat perubahan? Apakah saya akan berpikir dan bertindak lebih bijak dari tahun sebelumnya?

Go ahead. Think and make a change.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com