Tuesday, March 22, 2016

Apa yang Terjadi, Indonesia? Saatnya Belajar!

0

Sepuluh tahun lagi, dunia sudah maju. Masalahnya, apa yang terjadi dengan Indonesia? Saya setiap hari memikirkan hal tersebut. Apakah bakal makin maju jadinya? Makin terbelakang? Atau jalan di tempat saja? Sebelum saya melanjutkan, saya minta Anda menutup mata sejenak. Bayangkan apa yang akan terjadi di Indonesia sepuluh tahun lagi? Apakah negara ini sudah saatnya belajar?

Rasakan dalam pikiran Anda. Visualisasikan. Anggaplah Anda bermimpi tentang masa depan.

Saya tidak mengajak Anda menjadi mentalist. Hanya kemampuan berpikir kritis yang ingin saya tularkan.

Oke, kita kembali ke permasalahan. Sekarang tahun 2016. Artinya, sudah nyaris 71 tahun negara ini merdeka ketika saya menulis artikel ini.  Tujuh. Puluh. Satu. Bukan angka yang kecil.

Masalahnya, apa negara ini sudah dewasa?

Kita sering kenal jargon, "Tua belum tentu dewasa." Saya pernah menjumpai seorang pria berusia tiga puluhan, namun dari segi mental, dia seperti masih berumur praremaja. Emosinya nggak stabil. Ada yang nggak bener sedikit langsung bentak-bentak.

Coba melirik sebentar ke negara lain. Singapura baru merdeka tahun 1965. Lebih telat dua puluh tahun dibanding Indonesia. Secara teritorial, Singapura lebih kecil dari Jakarta. Menurut pemikiran teoretis, harusnya Indonesia bisa menang, dong?

Nyatanya tidak. Lihat Singapura sekarang. Satu contoh saja, kenapa banyak pelajar Indonesia yang mencoba belajar di Singapura?
Masalahnya, kenapa jarang sekali, atau tidak pernah, pelajar Singapura mengenyam pendidikan di Indonesia?

Pikirkan baik-baik. Apa yang salah? Apa yang terjadi? Kok bisa?

Mungkin contoh di atas bisa membuat Anda sedikit lebih membayangkan bagaimana kondisi Indonesia sekarang.

Kita masuk ke contoh lain.

Kalau Singapura menganggap budaya kiasu-nya yang paling sempurna di dunia, apakah negara itu bisa seperti sekarang? Kalau Amerika Serikat menolak kerja sama dengan negara lain karena merasa sudah menjadi negara superpower, apa yang terjadi sekarang?

Ada satu hal yang tidak dimiliki Indonesia, namun dimiliki negara lain: berpikir secara luas. Masyarakat secara gamblang mengungkapan bahwa pemerintah beragama atau suku lain hendaknya ditolak. Mereka lebih baik memilih pemimpin yang beragama sama, namun tetap saja akhirnya korupsi.

Masyarakat membela yang pandai berbicara daripada pandai berpikir. Masyarakat mendukung mereka yang berduit banyak. Masyarakat lebih mendukung demonstrasi anarkis daripada mufakat.

Logika dari mana?

Masyarakat secara gamblang mengungkapkan bahwa adegan pornografi harus dihapuskan dari televisi dan internet. Bahkan, tupai berpakaian dalam pun disensor. Negara yang sangat menjunjung nilai akhlak, bukan?

Tapi, apakah tingkat pemerkosaan di Indonesia berkurang? Saya belum melihat perkembangan yang signifikan.

Bayangkan film Fast and Furious diproduksi di Indonesia, pasti sudah sepi penonton. Kenapa? Karena disensor semua! Balapan disensor, karena memberi contoh yang tidak baik: balap liar. Baku hantam, sensor juga. Ciuman, sensor juga. Kurang apa?

Awalnya, saya percaya Indonesia bisa berkembang. Ini kan negara terbesar keempat di dunia dengan sumber daya alam yang berlimpah dan sumber daya manusia yang beragam? Ini kan negara kepulauan yang menjunjung demokrasi? Ini kan negara yang "katanya" menjunjung nilai ketuhanan?

Salah satu yang perlu negara kita lakukan adalah berbenah. Jangan jadi masyarakat yang konservatif. Kita bukan hidup di masa di mana kebebasan diopresi. Kita bukan masyarakat yang stagnan. Ingat, waktu terus berjalan. Dunia terus berkembang. Dunia ini tidak hanya Indonesia.

Bukalah mata, lihat baik-baik bagaimana negara maju mengembangkan perekonomiannya. Bagaimana kehidupan antarmasyarakat di negara maju. Di sana, masyarakat berpikiran terbuka. Ketika warga lain menganut agama yang berbeda, silakan. Ketika warga lain berpakaian agak terbuka, silakan. Asal tidak merugikan diri sendiri dan sesama. Anehnya, di Indonesia, orang lebih suka mengurusi urusan pribadi orang lain (agama, kepercayaan) ketimbang berbenah bagaimana supaya tidak merugikan pribadi lain.

Ah, tapi rasanya susah untuk maju dalam waktu dekat ini. Lah perkembangan teknologi saja didemo. Sopir taksi konvensional memprotes taksi berbasis teknologi.

Ayolah, Indonesia. Saatnya belajar. Jangan mundur lima belas tahun ke belakang.

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com