Oke, I’m back. Yah, setelah sekian lama nggak ngeblog—dua bulan
tepatnya—karena perlu ngumpulin mood menulis lagi. Kebayang lah ya, buat nulis
aja perlu mood, apalagi buat nyenengin gebetan. Nggak mungkin asal-asalan,
soalnya udah bener-bener niat buat hal demikian. Oke, ini menyimpang dari
topik.
Jadi, saya belakangan ini sering berpikir mengapa banyak
dari teman-teman yang sering dapat nilai jelek waktu ulangan Matematika atau
Fisika walaupun sudah belajar semalaman. Di sisi lain, ada segelintir kelompok
yang seperti ini. Anggap aja kita A dan si genius gila itu B.
A: Kemarin nggak masuk, kan? Hari ini ulangan Matematika, Bro!
Belum tau ya?
B: Oh ya?! Baca-baca dikit wes biar nggak buntu.
Dan setelah ujian, kita dapat 60 dan si B dapat 100. Paling
jelek 90 lah. Hih, I know that feel lah. Rasanya pengen banting meja terus ngutuk
diri sendiri.
Contoh berikutnya seperti ini:
A: Haduh, gimana sih ngintegralin ln^2(x)?! (Silakan post
jawabannya di komentar kalau kalian nemu, ya.)
B: *lagi tidur di bangku sebelah, jawabannya udah ada*
By the way, kita sudah ngerjain dari setengah jam yang lalu,
sementara si B sudah tidur sejak 25 menit yang lalu. Memang, ada dua
kemungkinan, (1) si B jawabnya ngawur, jadi meski cepet jawabannya tetep saja
salah, (2) si B memang bener. Tapi, di sini coba aja kita asumsikan dia ada di kemungkinan
kedua. Rasanya sebel banget pengen makan buku.
Pertanyaannya, kenapa pelajaran eksakta, terutama Matematika dan Fisika, terasa sangat susah? Rasanya rumus-rumus seperti bahasa alien dan angka-angka seperti makhluk "sbfsdufhduieghurhfdjfyua" yang nggak masuk akal. *memang nggak ada sih*
Setelah menganalisis kedua contoh di atas dan berpikir tujuh
malam, akhirnya saya menemukan kesimpulan mengapa hal-hal kayak di contoh itu
bisa terjadi:
1. Otak kita sebenarnya diciptakan untuk memecahkan masalah-masalah yang konkret, sedangkan eksakta cenderung membahas permasalahan yang abstrak. Abstrak? Iya. Nggak percaya? Coba jelasin konsep limit delta-epsilon sekonkret mungkin dan yang terlihat seperti konsep itu applicable di dunia nyata. Bisa nggak?
Ini dia alasan fundamentalnya: susunan otak kita secara primitif memang seperti itu. Manusia zaman dulu hanya berpikir bagaimana untuk menghasilkan makanan, menghindari binatang buas, mencari tempat tinggal yang aman, dan semacamnya. Yah, meski peradaban sudah berkembang, kita masih menyimpan sebagian kecil dari bagian primitif manusia. Satu-satunya cara agar kita bisa mulai berpikir abstrak ya latihan dan menanamkan mindset yang benar.
2. Matematika dan Fisika memang makin lama makin susah. Dulu, waktu Om Newton masih hidup, rumusnya paling sebatas F= m.a alias gaya sama dengan massa dikali percepatan. Namun, ketika ilmuwan-ilmuwan lain nggak terima keadaannya begitu-begitu aja, akhirnya mereka membuat rumus-rumus yang makin lama makin njlimet.
(sumber:
Itu persamaan Schrodinger yang terkenal untuk menghitung peluang adanya partikel dalam sistem kuantum. Gimana menurut kalian?
Masalahnya, bukannya mustahil kan kita menguasai konsep seperti ini?
3. Cara belajarnya salah. Biasanya, gimana sih cara kalian belajar Matematika? Katakan saja bab turunan. Mungkin kebanyakan dari kalian jawabnya, "Lihat caranya, terus contoh soal, terus cara kerjainnya." Ada juga yang jawab, "Hafalin aja rumusnya. Misal rumus lingkaran itu kan x^2+y^2=r^2."
Bisa-bisa aja sih sebenernya belajar seperti itu. Tapi, waktu soalnya diutak-atik sesukanya yang buat soal, kalian bisa apa? Matematika dan Fisika akan jadi terasa jauh lebih susah dari yang seharusnya!
Memang sih, sistem pendidikan kita mengedepankan hafalan, bukan pemahaman secara konseptual. Tapi, nggak ada salahnya kan kita mulai belajar konsepnya dulu? Misal, tau nggak kalau persamaan lingkaran itu sebenarnya dari segitiga di dalam lingkaran lalu kita cari komponen vektor dari jari-jari lingkaran supaya nemu rumus itu dalam bentuk persamaan Cartesius?
4. Memang nggak suka belajar Matematika dan Fisika. Ini nih yang paling helpless. Sekuat apa pun kapasitas otaknya, kalau sudah nggak niat, ilmunya buat masuk pun susah. Sebaliknya, kalau kita niat belajar (bukan cuma supaya dapat nilai bagus, tapi untuk ngerti ilmunya), ilmunya pun rasanya gampang banget masuk ke otak.
Kalau dirangkum, kita bisa buat kesimpulan seperti ini:
(sumber:
Jadi, Matematika dan Fisika terasa susah karena kita terkadang hanya belajar keras, tapi nggak belajar dengan cerdas. Akhirnya, keempat faktor di atas jadi batu sandungan yang sangat besar, padahal sebenarnya nggak besar-besar amat.
Begitu.
Mantap chris...
ReplyDelete