Monday, April 18, 2016

Indahnya Masa SMA

0

Setelah belakangan ini berkutat dengan artikel yang berat-berat macam kelebihan dan kekurangan Ujian Nasional, lebih baik sekarang kita bahas yang lebih nyantai.

Jadi, mulai dari mana ya....

Oh, gini aja.

Saya baru saja menyelesaikan Ujian Nasional, seperti yang kalian ketahui. Sejak masa SD sampai SMA, UN selalu menandakan masa berakhirnya jenjang pendidikan tertentu. Setuju? Jadi, otomatis sebentar lagi saya lulus SMA dan lanjut kuliah, dong. Selesai Ujian Nasional berarti indahnya masa SMA juga ikut selesai. Itu pun kalau sekolah meluluskan loh ya.

Dulu, waktu pertama kali masuk SMA, saya merasa acuh tak acuh sama suasana SMA. Cuma merasa, "Halah... cuma tiga tahun aja loh." Namun, semakin ke sini, kata-kata orang seperti, "Masa SMA jangan disia-siakan!" semakin terasa bener. Ini bener-bener terasa seperti masa yang langka. Masa SMA itu indah.

Memang, masa SMA itu indah, bikin sebel, bikin baper, tapi juga bikin kangen akan kenangannya. Seberat apa pun kita mencoba, pasti yang namanya masa SMA nggak akan terulang lagi. Setuju? Bahkan ketika kalian mencoba untuk membawa suasana SMA ke dunia perkuliahan, feel-nya pasti sudah beda banget. Seperti ada missing piece gitu. Entah itu teman-temannya, suasana kelas, dan lain-lain.

Saya kepengin membagikan sedikit cerita tentang indahnya masa SMA. Kali ini, saya akan pakai subjeknya sebagai "kamu" agar feel-nya lebih ngena. Yuk, mulai!

Masa SMA itu masa-masa kamu mencari jati diri. Waktu SMP, mungkin kamu masih sibuk main-main nggak jelas. Kalau ditanya cita-citamu apa, kamu jawab sekenanya, "Jadi dokter! Eh, tapi jadi pengusaha juga seru sih bisa tajir...." Pokoknya, nggak jelas banget deh hidupmu!

Tapi, semua berbeda ketika kamu masuk SMA.

Kamu harus punya arah hidup. Artinya, kamu harus mempertanggungjawabkan kata-katamu mengenai cita-cita dan impian. Kamu sudah nggak bisa ngomong tok. Misalnya, kamu bilang, "Aku pengin jadi pengusaha sukses!" Nah, masalahnya, kamu siap banting tulang untuk promosi, nggak? Siap gagal? Siap merugi? Dari sinilah, kamu perlu yang namanya identitas diri supaya bisa lebih teguh mencapai impianmu tersebut.

Bukan, bukan sekadar KTP atau SIM. Maksudnya, kamu tahu kamu itu siapa. Kamu kenal betul apa kelebihan dan kekuranganmu. Yang paling penting, kamu tahu kenapa kamu dilahirkan. Caranya supaya bisa menemukan identitas dirimu ya cuma satu: cobalah hal-hal baru! Dengan banyak mencoba, lama-kelamaan kamu tahu di mana minatmu yang sebenarnya. Jadi, masa SMA itu nggak seru kalau kamu cuma sekolah-pulang-sekolah-pulang.

Yang kedua, masa SMA ini terkenal dengan kegilaannya. Iya, benar. Kapan lagi bisa merasakan bolos kelas bareng-bareng? Kapan lagi bisa merasakan bagi-bagi contekan sekelas? Kapan lagi bisa merasakan cinta monyet di kelas? Kapan lagi bisa merasakan pakai seragam abu-abu setiap hari Senin? Kapan lagi bisa merasakan dihukum menyapu sekolah kalau terlambat? Kapan lagi bisa merasakan dihukum waktu upacara karena atribut nggak lengkap?

Kapan?

Ya cuma masa SMA ini!

Sayangnya, kamu nggak bisa senang-senang terus. Ada kalanya masa SMA harus berakhir dan kamu mulai menjalani kehidupan yang sesungguhnya.

Misalnya, pacaran anak SMA jelas beda dengan pacaran dewasa. Waktu SMA, mungkin gampang banget untuk dapat pacar. Tinggal buat dia sering ketawa sama kamu, terus tinggal bilang, "Maukah kamu jadi pacarku?" Udah pacaran, masih ketemu tiap Senin sampai Jumat. Indahnya dunia.

Waktu kuliah, nggak bisa semudah itu. Kamu cuma bisa dapet pacar (calon suami/istri) kalau kamu punya penghasilan yang jelas, pekerjaan yang stabil, tabungan yang mencukupi, belum lagi restu dari orangtua masalah suku atau agama. Belum lagi kalau harus LDR. Belum lagi kalau harus berantem karena beda prinsip. Belum lagi... sudahlah, hal ini makin rumit.

Tadi asmara, sekarang masalah pendidikan. Waktu sekolah, masih ada yang mengingatkan untuk kerja PR, ikut ulangan susulan, melengkapi catatan, nggak bolos dan lain-lain. Masih ada guru yang setia mendongkrak nilaimu hanya supaya kamu bisa naik kelas. Terus, kalau ketahuan menyontek, mungkin hukumannya cuma nilai nol, atau malah ditegur saja. Intinya, gampang banget bilang prinsip mlebu bareng metu bareng di masa SMA ini.

Waktu kuliah, kamu nggak bisa seperti itu lagi. Dosen nggak ambil pusing kalau kamu absen terus. Dosen nggak ambil pusing kalau kamu di kelas bawa Sprite dicampur Vanish terus mulai mabu-mabu di kursimu. Dosen nggak ambil pusing kalau kamu nggak kerjakan tugas. Yang penting dosen bisa kasih nilai seadanya. Kalau jelek, ya harus mengulang mata kuliah itu. Yang lebih parah, kalau kepergok menyontek saat ujian, kamu harus mengulang mata kuliah itu semester depan. Bahkan, ketika skripsimu mengandung unsur plagiarisme, kamu terancam dikeluarkan dari kampus. Jadi, memang keras.

Jadi, nikmati masa SMA-mu, teman, sebelum kamu bertemu dengan kerasnya kehidupan luar.

P.S: saya baper waktu nulis ini.

Friday, April 15, 2016

Kelebihan dan Kekurangan UNBK 2016

2


Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dilaksanakan tanggal 4 – 12 April kemarin. Tidak seperti yang sudah-sudah, ujian kali ini berbeda, salah satunya adalah mulai menggunakan komputer, meski beberapa sekolah masih menggunakan kertas (PBT). Lalu, UNBK kali ini hanya mengujikan satu pelajaran setiap harinya.

Sekarang, saya ingin berbagi opini saya mengenai kelebihan dan kekurangan UNBK 2016. Ingat, ini hanya opini, jadi tidak bisa dijadikan patokan bagi semua orang. Kalian bisa setuju, bisa juga tidak.

Thursday, March 31, 2016

Apakah Kuliah Penting?

0

Selepas masa sekolah, biasanya para siswa dihadapkan pada dua pilihan: lanjut kuliah atau langsung kerja saja. Ya memang, banyak pilihan lain (nikah muda misalnya, meski tidak disarankan. LOL). Tapi, jika digeneralisir, pilihannya ya hanya dua itu. Mau punya embel-embel gelar di belakang nama lengkap, atau punya embel-embel "pengusaha sukses". Kurang lebih pandangan masyarakat seperti itu.

Masalahnya, apakah kuliah itu penting?

Sekadar informasi, di dunia perkuliahan, terutama yang bergelar sarjana, lebih mengedepankan teori daripada praktik. Misalnya, mahasiswa jurusan manajemen bisnis tentu lebih sering belajar teori ekonomi seperti perilaku pasar. Mereka yang ada di jurusan teknik belajar teori Matematika dan Fisika dasar untuk penerapan pada mata kuliah di semester-semester berikutnya.

Lho, justru bagus dong?

Menurut sebagian pihak, kuliah hanya menghambat mereka. Teori yang berbelit-belit merupakan sebuah impedansi besar. (Agak fisika.) Kalau mau berdagang, ya dagang aja. Kalau kerja, kerja aja. Susah amat. Kebanyakan teori malah bingung untuk mengaplikasikannya.

Yang kedua, mereka menganggap kuliah tidak menentukan kesuksesan. Jika kita bertanya pada orang-orang di kubu ini, mereka akan menjawab, "Lah, Bill Gates nggak kuliah aja bisa jadi miliader gitu! Zucky bisa bikin Facebook, terus sekarang tinggal tidur-tidur di rumah nikmatin duit. Bahkan, banyak sarjana yang ujung-ujungnya jadi pengangguran. Daripada susah-susah belajar empat tahun terus nganggur, mending nggak kuliah sekalian, to?"

Saya termasuk pihak yang kurang setuju dengan pernyataan di atas. Menurut opini saya, kuliah itu penting.

Sangat penting.

Kenapa?

1. Bagaimanapun, kerja perlu pemahaman dasar.
Ibarat rumah yang perlu pondasi sebelum dibangun sampai jadi, orang juga perlu ilmu dasar sebelum bisa bekerja dengan matang. Kuliah membantu kita mendapatkan konsep dasar dari suatu pekerjaan. Ya, meski Om Bill bisa tanpa kuliah, tapi beliau adalah one of a kind. Jarang ada yang seperti itu.
Bagi yang tidak ingin menjadi pengusaha, namun menjadi engineer atau saintis, ilmu ini jauh lebih diperlukan. Tanda mutlak dimutlakkan lagi.

2. Kuliah membantu kita mendapatkan pengalaman organisasi dan relasi.
Zaman sekarang, banyak kok kegiatan organisasi mahasiswa. Tinggal pilih saja. Yang terpenting, maksimalkan peluang adanya organisasi di kampus. Dengan demikian, kita dapat belajar kepemimpinan, manajemen waktu dan emosi, pengelolaan SDM, dan kemampuan berbicara di depan orang banyak. Selain itu, kuliah juga memperluas koneksi kita. Bayangkan, orang yang kita temui di kampus bukan hanya teman seangkatan. Banyak! Jadi, seandainya setelah lulus kuliah ingin bekerja di suatu perusahaan, koneksi kita yang membantu. Kalau mau berbisnis pun bisa dapat lebih banyak pelanggan. Tidak rugi, kan?

3. Sebagai backup seandainya bisnis kita kelimpungan.
Pesaing semakin banyak. Bisa saja suatu saat bisnis kita jatuh. Kalau sudah demikian, bagaimana kita mencukupi kebutuhan?
Lamar kerja.
Sayangnya, sudah hampir tidak ada perusahaan yang menerima lulusan SMA. Bisa saja sih, tapi di posisi apa? Ketika punya ijazah, kita masih punya peluang.

4. Melatih rasa tanggung jawab.
Di dunia perkuliahan, kita dituntut untuk memenuhi absensi dan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Kalau tidak, siap-siap jadi mahasiswa abadi, ya. Intinya, kita belajar untuk menerima konsekuensi.

Apakah kuliah penting?

Menurut saya, ya. Kuliah membantu banyak aspek kehidupan manusia, seperti ilmu pengetahuan, etika, rasa tanggung jawab, dan kemampuan interpersonal. Namun, saya tidak memberi stempel bahwa tidak kuliah itu haram, dosa, sia-sia. Hampir tidak ada hal yang murni hitam atau putih di dunia ini. Ada juga banyak hal yang bisa dipelajari di luar ruang kuliah.

Jadi, semuanya kembali lagi ke Anda. Ini kan pendapat belaka.

Tuesday, March 22, 2016

Apa yang Terjadi, Indonesia? Saatnya Belajar!

0

Sepuluh tahun lagi, dunia sudah maju. Masalahnya, apa yang terjadi dengan Indonesia? Saya setiap hari memikirkan hal tersebut. Apakah bakal makin maju jadinya? Makin terbelakang? Atau jalan di tempat saja? Sebelum saya melanjutkan, saya minta Anda menutup mata sejenak. Bayangkan apa yang akan terjadi di Indonesia sepuluh tahun lagi? Apakah negara ini sudah saatnya belajar?

Rasakan dalam pikiran Anda. Visualisasikan. Anggaplah Anda bermimpi tentang masa depan.

Saya tidak mengajak Anda menjadi mentalist. Hanya kemampuan berpikir kritis yang ingin saya tularkan.

Oke, kita kembali ke permasalahan. Sekarang tahun 2016. Artinya, sudah nyaris 71 tahun negara ini merdeka ketika saya menulis artikel ini.  Tujuh. Puluh. Satu. Bukan angka yang kecil.

Masalahnya, apa negara ini sudah dewasa?

Kita sering kenal jargon, "Tua belum tentu dewasa." Saya pernah menjumpai seorang pria berusia tiga puluhan, namun dari segi mental, dia seperti masih berumur praremaja. Emosinya nggak stabil. Ada yang nggak bener sedikit langsung bentak-bentak.

Coba melirik sebentar ke negara lain. Singapura baru merdeka tahun 1965. Lebih telat dua puluh tahun dibanding Indonesia. Secara teritorial, Singapura lebih kecil dari Jakarta. Menurut pemikiran teoretis, harusnya Indonesia bisa menang, dong?

Nyatanya tidak. Lihat Singapura sekarang. Satu contoh saja, kenapa banyak pelajar Indonesia yang mencoba belajar di Singapura?
Masalahnya, kenapa jarang sekali, atau tidak pernah, pelajar Singapura mengenyam pendidikan di Indonesia?

Pikirkan baik-baik. Apa yang salah? Apa yang terjadi? Kok bisa?

Mungkin contoh di atas bisa membuat Anda sedikit lebih membayangkan bagaimana kondisi Indonesia sekarang.

Kita masuk ke contoh lain.

Kalau Singapura menganggap budaya kiasu-nya yang paling sempurna di dunia, apakah negara itu bisa seperti sekarang? Kalau Amerika Serikat menolak kerja sama dengan negara lain karena merasa sudah menjadi negara superpower, apa yang terjadi sekarang?

Ada satu hal yang tidak dimiliki Indonesia, namun dimiliki negara lain: berpikir secara luas. Masyarakat secara gamblang mengungkapan bahwa pemerintah beragama atau suku lain hendaknya ditolak. Mereka lebih baik memilih pemimpin yang beragama sama, namun tetap saja akhirnya korupsi.

Masyarakat membela yang pandai berbicara daripada pandai berpikir. Masyarakat mendukung mereka yang berduit banyak. Masyarakat lebih mendukung demonstrasi anarkis daripada mufakat.

Logika dari mana?

Masyarakat secara gamblang mengungkapkan bahwa adegan pornografi harus dihapuskan dari televisi dan internet. Bahkan, tupai berpakaian dalam pun disensor. Negara yang sangat menjunjung nilai akhlak, bukan?

Tapi, apakah tingkat pemerkosaan di Indonesia berkurang? Saya belum melihat perkembangan yang signifikan.

Bayangkan film Fast and Furious diproduksi di Indonesia, pasti sudah sepi penonton. Kenapa? Karena disensor semua! Balapan disensor, karena memberi contoh yang tidak baik: balap liar. Baku hantam, sensor juga. Ciuman, sensor juga. Kurang apa?

Awalnya, saya percaya Indonesia bisa berkembang. Ini kan negara terbesar keempat di dunia dengan sumber daya alam yang berlimpah dan sumber daya manusia yang beragam? Ini kan negara kepulauan yang menjunjung demokrasi? Ini kan negara yang "katanya" menjunjung nilai ketuhanan?

Salah satu yang perlu negara kita lakukan adalah berbenah. Jangan jadi masyarakat yang konservatif. Kita bukan hidup di masa di mana kebebasan diopresi. Kita bukan masyarakat yang stagnan. Ingat, waktu terus berjalan. Dunia terus berkembang. Dunia ini tidak hanya Indonesia.

Bukalah mata, lihat baik-baik bagaimana negara maju mengembangkan perekonomiannya. Bagaimana kehidupan antarmasyarakat di negara maju. Di sana, masyarakat berpikiran terbuka. Ketika warga lain menganut agama yang berbeda, silakan. Ketika warga lain berpakaian agak terbuka, silakan. Asal tidak merugikan diri sendiri dan sesama. Anehnya, di Indonesia, orang lebih suka mengurusi urusan pribadi orang lain (agama, kepercayaan) ketimbang berbenah bagaimana supaya tidak merugikan pribadi lain.

Ah, tapi rasanya susah untuk maju dalam waktu dekat ini. Lah perkembangan teknologi saja didemo. Sopir taksi konvensional memprotes taksi berbasis teknologi.

Ayolah, Indonesia. Saatnya belajar. Jangan mundur lima belas tahun ke belakang.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com