Masa UTS dan Sistem Belajar

Yang belum tahu, UTS itu singkatan dari Ujian Tengah Semester. Lupakan deh, kalian pasti udah tahu semua. Iya emang, tiap siswa nggak akan bisa hindarin masa UTS. Nggak bisa, walaupun ada yang mau bolos sampai ubanan, tetep aja ujung-ujungnya disuruh ikut susulan. Mau jelek-jelekin nilainya biar nggak kerasa kayak UTS? Ujung-ujungnya disuruh ikut remedial, kok. Yang berarti kamu masih nggak lepas dari masa UTS. Kesimpulannya gitu, sih.


Nah, waktunya curhat. Mulai Senin tanggal 2 Maret kemarin, aku udah ikut UTS. Masa UTS tahun ini lebih nyaman dari tahun-tahun sebelumnya. Khusus tahun ini, sekolahku menggelar Ujian Sekolah kelas 12 dan UTS kelas 10 dan kelas 11 secara bersamaan. Awalnya kerasa nggak enak, sih. Waktu libur jadi hilang, karena biasanya kami libur waktu kelas 12 lagi ujian. Tapi nggak sepenuhnya rugi kok, karena kelas 10 dan 11 masuknya lebih siang. Kelas 12 mendahului ujian.  Yah, kami nggak merasa jadi pupuk bawang walaupun dapat giliran ujian paling terakhir. Kami justru seneng bisa bangun siang, bisa belajar dulu kalo misalnya malam sebelumnya belum sempat belajar, atau mungkin bisa modus ke adik kelas yang juga nunggu UTS mulai. Ah, lupakan bagian terakhir itu.

Rencananya, UTS bakal selesai tanggal 10 Maret nanti, alias hari Selasa. Di sini, kadang aku merasa bersyukur. Iya, ujiannya cepet selesai. Daripada berlarut-larut kayak nunggu kepastian dari gebetan. Sampai postingan ini selesai ditulis, beberapa guru udah ngasih tahu hasil UTS, contohnya Biologi dan PKn. Sejauh ini lumayan, belum ada tabungan nilai merah. Doakan nggak ada nilai merah sampai semua nilai selesai dibacakan, doakan.

Meski belum ada nilai yang jelek, tetep aja ada pelajaran di masa UTS yang sempat bikin kesulitan. Sebut aja Sejarah. Sekarang masalahnya, kenapa kita harus pelajarin masa lalu kalau kita bisa ngelihat masa depan yang cerah? Kenapa, Bu, kenapa? Makanya, aku nggak belajar terlalu banyak buat pelajaran Sejarah. Cuma baca-baca materinya, yang penting ngerti intinya. Udah.

Pokoknya, guru Sejarah kami menyuruh buat pelajarin tentang sejarah Jepang menduduki Indonesia. Nggak, bukan kayak menduduki sofa gitu. Maksudnya menjajah. Untungnya soal-soal itu bisa dikerjain pake logika. Kalau nggak, siap-siap remidi deh. Kami harus belajar alasan mengapa Jepang menjajah Indonesia. Aslinya aku mau jawab karena Jepang pengin mampir beli pisang goreng dulu, tapi kok terlalu absurd gitu. Terus ada juga pertanyaan dampak penjajahan di Indonesia. Sebenernya, aku mau jawab begini, “Indonesia bisa kenal baik dengan Jepang, sehingga di era globalisasi sekarang bisa ada istilah ‘ikkeh ikkeh kimochi’ yang lagi ngetren.”

Ini contoh materinya. Tuh kan, saudara tua dari mananya coba...

Balik lagi ke dua paragraf pertama, kami yang masih belum kelas 12 harus masuk ke kelas jam setengah satu. Masih banyak waktu untuk belajar. Sistem belajarku kurang lebih seperti ini: Kalau pelajarannya cuma satu, itu enak banget. Biasanya aku belajar H-1 sebelum ujian, lalu waktu hari H malah nganggur karena nggak ada yang bisa dipelajari lagi. Kalau pelajarannya cuma dua, itu rada malesin. Kebiasaanku itu belajar satu pelajaran H-1 sebelum UTS, lalu besoknya baru belajar pelajaran satunya. Alhasil, banyak waktu luang. Masa UTS nggak selalu suram dan bikin tertekan, bro.

Kalian pasti mikir jadwal belajarku santai banget. Beda sama beberapa anak yang terus belajar. Karena sistem belajarku nggak gitu, bro. Lakukan sesuatu sefleksibel mungkin. Kalau pulang sekolah belajar sampai larut malam, terus besoknya masih belajar lagi, apa nggak aus itu otak? Capek pasti. Coba cari cara yang bikin kalian lebih cepet hapalin pelajaran. Misalnya aku, berhubung tipe kinestetik, jadi aku belajar pake cara mencatat di kertas. Udah, gitu hemat waktu. Lebih cepet hapal. Waktu luangnya bisa aku buat untuk ngelakuin hal yang aku suka, misalnya nulis fiksi atau nulis artikel, seperti yang kalian baca sekarang ini. Hidup bukan cuma untuk sekolah, kok.

Masa UTS-ku kurang lebih seperti itu.